Kau tahu apa?
Hanya melihat komplek rumahku
Kau sudah mencela isi dapurku
Seolah kau tahu bagaimana aku menyalakan kompor
Kau tahu apa?
Hanya melihat nama kantorku
Kau sudah mencibir caraku bekerja
Seolah kau tahu bagaimana aku melalui hari tanpa meracau
Kau tahu apa?
Hanya melihat nama keluargaku
Kau sudah menghina kami 7 turunan
Seolah kau tahu bagaimana kami dibesarkan
Kau tahu apa?
Hanya dengan mengetahui berat badanku
Kau sudah mengkritik besar piringku
Seolah kau tau bagaimana caraku mengunyah
Kau tahu apa?
Hanya dengan melihat itu semua
Kau sudah bisa dengan detail menjelekkanku
Seolah kau sudah mengenalku lama
Kau tahu apa?
Bertemu saja kita belum pernah
Rumah dan kantorkupun belum pernah kau masuki
Kenapa buru-buru menilai?
Kau tahu apa?
Kulit tubuhku yang kau lihat
Kau caci habis-habisan kerja organ dalamku
Ilmu kesehatanpun tak punya
Kau tahu apa rasanya jadi aku?
Kau tahu apa enaknya jadi aku?
Kau tahu apa sedihnya jadi aku?
Kau tahu apa bersyukurnya jadi aku?
Kau tahu apa?
Tahupun kau tak berhak
Mengacungkan telunjuk lewat mulutmu
Melukai hati yang tak pernah kau besarkan
Kendari, 27 April 2016
***
Teman-teman, mari sedikit merenung, seberapa banyak kita menjatuhkan penilaian kepada orang lain? Seberapa sering penilaian yang kita buat itu meleset, bahkan jauh.
Kadang, hanya karena alasan "standar kebiasaan" entah itu kebiasaan diri kita sendiri ataupun kebiasaan yang sudah umum di masyarakat, kita lalu buru-buru menjatuhkan penilaian bahwa orang ini begini.
Kadang, hanya dengan melihat 1 hal saja yang berhubungan dengan orang tersebut, kita bahkan sudah menilai detail yang bahkan tidak pernah kita lihat, kita lalu buru-buru menjatuhkan penilaian bahwa orang itu begitu.
Menilai saja sudah cukup menjerumuskan kita pada hal yang salah, sayangnya kita bahkan menambahkan kesalahan itu dengan menindaklanjutinya dengan tuduhan, dibicarakan kepada orang lain. Membuat kesalahan dengan sistem MLM. Hebat sekali kita.
Tapi kalau tahu betul bagaimana?
Baca lagi bait terakhir puisi di atas ya..
PS: Membaca tulisan Mbak
Nur Islah berjudul
Jangan Hanya Menilai yang Tampak Oleh Mata saya jadi ingat saya punya puisi diatas. Sekalian saja buat ngumpulin PR
Collaborative Writing.. :)
Tulisan ini semoga jadi pengingat untuk saya pribadi dan kita semua.
wah ... keren ya Mas puisinya .. kreatif
ReplyDeleteTerima kasih, saya Mba, bukan Mas :D
DeleteNice...bisa buat puisi..
ReplyDeleteBaru belajar Mbak :)
DeleteIni pesannya dpet bnget mbak...
ReplyDeleteJangan ikut campur dg seseorang atau menilai seseorang dari luarnya saja bgitu yah mbak.. hhee
Iya Mbak, kalau gak tau apa-apa ya gak usah ngomong, apalagi ikut campur lebih dalam..
Deletehehe ternyata mba Irly bukan jago nulis doang :D tapi jago bikin puisi juga ya
ReplyDeleteNggak kok.. ini masih belajar. :)
Deleteindah bgt puisinya
ReplyDeleteTerima kasih
DeleteKarena mereka gak tau apa-apa, maka biarkan saja mereka ngomong apa :)
ReplyDeleteGa bisa selalu dibiarkan juga sih Mas. Mood kita (apalagi cewek) kadang gak sebaik itu untuk bisa biarin mereka yang asal nuduh. :)
DeleteBagus banget puisinya..Sy share ya
ReplyDeleteDon't judge a book by its cover, ya. Rasanya makjleb banget baca puisinya. Keren.
ReplyDelete