Kemarin usia saya ganjil berumur 29 tahun, untuk wanita seusia saya, masa depan perjodohan saya dianggap semakin rawan karena saya belum menikah. Masalah? Untuk saya tidak, untuk orang lain it's a big problem!.
Sebenarnya ada berbagai hal yang ingin saya tulis tentang urusan jodoh, nikah dan sebangsanya, tapi kali ini saya ingin membahas tentang pertanyaan dan pernyataan yang sering kali dilontarkan pada saya, ada juga yang baru sekali ditanyakan, tapi cukup membekas saking frontalnya.
Saya yakin salah satu dari yang membaca pernah menjadi subjek maupun objek, kadang pertanyaan-pertanyaan ini memang ditujukan karena kepedulian, tapi sayangnya lebih banyak ditanyakan atau dinyatakan oleh orang-orang yang kadar keponya lebih banyak dari pada kadar pedulinya.
Kapan Nikah?
Pertanyaan di atas seringkali ditanyakan pada saya, bukan untuk saya saja sih, orang lain juga, ibarat doa sapu jagad, pertanyaan ini adalah pertanyaan sapu jagad. Anehnya seringkali pertanyaan ini datang dari orang jauh, yang tidak punya kepentingan apa-apa terhadap saya dan belum tentu datang jika diundang ke acara pernikahan saya.
Pertanyaan basa-basi yang asli basi banget, jadi jangan heran jika teman yang dulu bahkan kebelet nikah karena umur dan akhirnya berhasil menikah akan menanyakan hal yang sama tanpa mempertimbangkan perasaanmu yang sebenarnya bukan baper tapi sudah bosan ditanya seperti itu, terlebih ditanya oleh orang yang seperti tidak pernah mengalami hal yang sama sebelumnya. What The bangetlah..
Biasanya, pertanyaan kapan nikah akan saya jawab dengan
"Mohon doanya."
atau
"Nanti kalau ada pengantin laki-lakinya."
Kalau sedikit baper dengan orang yang kepo akan saya jawab dengan
"Jangan cuma nanya dong, didoain juga." Sambil senyum.
Dan kebanyakan reaksinya pada tobat, soalnya nge-doain enggak, nanya-nanyanya lancar.Rasain. :p
Pertanyaan terselubung, maksudnya sih nanyain kapan saya akan memberikan undangan pernikahan. Ini pertanyaan termudah untuk saya, karena biasanya saya jawab dengan
"Oh, undangan yang ada tulisan tiada kesan tanpa kehadiranmu?"
"Ada kok, nanti saya kasih." Sambil pasang wajah serius.
Mereka tertawa.
Selesai.
Kamu ceria, happy-happy untuk menutupi kesedihan belum nikah kan?
Ini anggapan yang salah, i do happy with my life.
Saya bahagia sekarang, tentu saja ingin menikah tapi tidak menjadi sedih
karena keinginan saya belum terwujud. Makanya saya tetap happy dan
ceria, kalaupun sedang sedih, bukan kegemaran saya untuk mengumbarnya.
Saking seringnya ditanya dengan 3 pertanyaan diatas, saya menggolongkan pertanyaan itu ke dalam jenis pertanyaan tidak berperasaan yang masih sopan. Sopan? Ada yang lebih parah dong? ADA.
Kamu gak mau nikah ya?
Ini pertanyaan yang menohok banget, seperti pertanyaan, "Kamu sayang gak sih sama orang tuamu?" kepada anak yang sudah jelas-jelas berbakti kepada orang tua karena rasa cintanya. Pertanyaan macam apa itu? Anak cucu Adam mana yang tidak ingin menikah? Entah kenapa terasa perih sekali saat mendengar pertanyaan itu. Waktu itu saya sedang wudhu, tidak ada angin, tidak ada hujan, tidak ada mimpi buruk di malam hari, tiba-tiba ditanya begitu, kalau sedang kumur-kumur kemungkinan kejadiannya cuma 2, saya nelen air atau yang bertanya saya sembur sepenuh hati. Saya yang seringkali santai menghadapi pertanyaan kapan nikah jadi cukup baper dengan pertanyaan itu. Ini orang habis kebentur dimana sih sampai nanyanya begitu banget??
Jangan pilih-pilih.
Ini pernyataan yang cukup menghakimi untuk saya. Maen tuduh saja. Hihi.. Lagipula apa kami sebagai perempuan tidak boleh memilih? Mau makan saja yang bertanya pasti pilih-pilih, padahal kalau tidak suka bisa beli makanan lain, lha kenapa urusan jodoh saya, calon imam seumur hidup, saya sebagai makmum tidak boleh memilih? Think before you speak!
Jangan bangga dengan kesendirianmu.
Seseorang berpesan begitu kepada saya, saya coba cerna lebih dalam, tapi nol, saya tidak mengerti kenapa diberikan kalimat itu oleh orang yang juga seumuran dengan saya dan juga belum menikah. Ini orang mau lihat saya meraung-raung sedih karena belum nikah ya? Aneh...
Credit on pic
Pertanyaan dan pernyataan di atas adalah hal yang selama ini seringkali dilontarkan kepada saya, saya cenderung menjawab dengan santai. Kalau memang pembahasan saya diatas dirasa kurang santai, ya memang saya sedang ingin membahasnya dengan sedikit menambahkan reaksi yang lebih "kuat" dari biasanya.
Pertanyaan dan pernyataan diatas sering kali ditanyakan orang sebagai basa-basi, tapi kalau kamu yang membaca adalah orang yang masih suka melayangkan pertanyaan sapu jagad dan sejenisnya, cobalah jadi orang yang lebih peka.
Kamu ada di posisi mana sampai merasa berhak bertanya seperti itu kepada orang lain?
Kamu ada di posisi mana sampai merasa berhak bertanya seperti itu kepada orang lain?
Apa kamu yakin itu pertanyaan pertama yang didengar orang tersebut hari itu?
Apa orang yang ditanyai suka ditanya seperti itu?
Apa kamu tahu seberapa besar keinginannya untuk tidak ditanyai seperti itu lagi?
Kalau peduli kenapa harus bertanya di tempat umum dengan suara yang lantang?
Kalau peduli kenapa tidak mendoakan yang terbaik saja?
Kalau peduli kenapa harus sefrontal itu?
Kalau peduli kenapa tidak mencoba mengenalkan saya dengan seorang laki-laki soleh saja?#Eh :p
Kalau peduli kenapa harus sefrontal itu?
Kalau peduli kenapa tidak mencoba mengenalkan saya dengan seorang laki-laki soleh saja?#Eh :p
Kalau peduli berhentilah bertanya "kapan?" cukup bawakan saya "calonnya"
Saya Irly..
Terima kasih
Terima kasih
*Efek kebanyakan nonton Stand Up Comedy*