9 Mar 2020

Anak Saya Diasuh Omanya, Apakah Saya Berdosa?

A: "Ir, mana anakmu?"
S: "Oh, ada, di rumah."
A: "Siapa yang jaga?"
S: "Omanya."
A: "Eh, berdosa kamu.. Sejak kecil kamu diasuh, sekarang sudah punya anak, anakmu lagi yang diasuh."

Itu salah satu contoh percakapan tentang pengasuhan anak yang saya jalani sejak kembali bekerja. Macam-macam sih tanggapannya. Ada yang mengingatkan seperti percakapan di atas, ada yang mengatakan saya beruntung karena orang tua masih hidup.


Tidak ada yang salah sebenarnya. Karena dalam kondisi apapun, saya memang beruntung orang tua saya masih hidup. Bukan semata karena saya punya orang yang bisa saya titipi dengan tenang, tapi karena saya beruntung mempunyai banyak waktu bersama, dan semoga waktu yang diberikan Allah itu bisa saya isi dengan membahagiakan mereka walau hanya seujung kuku. Karena berharap untuk mengganti jasa kebaikan mereka adalah sebuah keniscayaan. Takkan pernah kembali ke nol seperti pertamina. Hee...

Dan pada peringatan dosa yang diberikan. Alhamdulillah saya tahu betul tentang itu. Setiap detik saya menitipkan anak saya, saya berdosa kepada orang tua saya yang seharusnya menikmati masa tuanya tanpa beban. Itulah mengapa saya berkantor dengan penuh rasa tidak enakan, sebisa mungkin pulang cepat ke rumah dan mengambil alih anak walau tetap saja menyisakan berantakan yang berakhir menambah pekerjaan orang tua saya lagi.

Kadang saya membayangkan, bagaimana jadinya saya mengasuh anak tanpa ada bantuan dari orang tua bahkan adik-adik saya? Ada merekapun saya tetap saja kelaparan. Sudah ada merekapun, saya tetap saja merasa kurang ini itu. Sungguh saya ini ibu yang sangat lemah...

Tapi, apa benar saya berdosa, jika menitipkan anak pada orang tua adalah hasil rekonsiliasi panjang antara saya dan orang tua saya?
Apakah saya berdosa jika menuruti keinginan orang tua untuk tidak mencari asisten rumah tangga yang saya niatkan sekadar untuk meringankan beban orang tua saat harus dititipi anak saya? Dan tawaran ini sering saya ajukan seiring berjalannya waktu.

Apakah saya tetap berdosa jika saya terus menerus dihinggapi rasa bersalah karena membuat tubuh tua mereka lelah seharian mengurus anak saya?

Apakah saya berdosa jika menuruti keinginan orang tua agar terus bekerja daripada menjadi "orang gila" karena mau resign dari pekerjaan hanya untuk mengasuh anak sendiri? 😅

Insyaallah, semoga jawabannya adalah tidak. Allah maha mengetahui segala masalah yang melatar belakangi keputusan yang saya ambil dalam keluarga. Lalu apa hak orang mengatakan saya berdosa? 🙄

Saya tahu, saya hanya diingatkan. Tapi mohon maaf, saya juga hanya ingin mengingatkan, jangan berani berkomentar frontal jika tidak mengetahui masalah. Jadinya sempat nancep juga kata berdosa itu di hati saya yang lemah ini. 😬

Bukannya saya baperan, tapi sungguh kata-kata itu seperti vitamin penumbuh untuk rasa tidak enakan saya terhadap orang tua. Kalau toh akhirnya setuju setelah mengetahui permasalahan kenapa kata-kata itu harus dilontarkan? Apa salahnya bertanya dahulu sebelum melempar hasil penilaian dewan juri? Mas Anang pun bukan lho anda ituuuhh! 😜

Seperti inilah contoh kebanyakan dari kita. Mendahulukan asas praduga bersalah baru kemudian--untung-untung kalau mau tahu--mahfum setelah mengetahui duduk perkara. Ckck.. 😏

Percayalah, setiap keputusan dibuat melalui pertimbangan, maka sebaiknya pulalah penilaian-penilaian sok tahu kita itu dihapuskan, karena tidak sesuai dengan pri kemanusiaan dan pri keadilan.. Nah.. Kek naskah undang-undang dasar kan jadinya.. Ckck 😌
Dan lagi-lagi saya "colek" para suami di luaran sana. Istrinya didukung terus ya, Pak, banyak hal yang bikin istri lelah di luaran sana juga, walaupun citra istri itu kebanyakan cerewet, tapi bisa jadi istri tidak cerita (kecuali ditanya?), salah satunya ya menerima pernyataan, penghakiman, penilaian seputar pilihan gaya pengasuhan, body shamming bahkan baby shamming.. Saling dukung, syurga menanti keluarga kalian. Aamiin..

Tag suaminya ya mom.. *ala-ala postingan FB dan IG yang tag bait. Wkwk.

Ohiya, sebaliknya, istrinya juga dinasehati, saling menasehatilah, biar gak jadi orang yang komentar seenak hati dan ampelanya eh.. mulutnya! 


Jangan lupa bahagia ibu-ibu hebat! *sending a big virtual hug* 🤗🤗 

4 comments:

  1. Hmm, siapakah itu yg bilang begitu.. Ckckck.
    Coba naaahh, hmmm, janganmi deehh, nanti panjang ni komen, arrrhhh. Sa cuma mau bilang, do what you love! *peluuuuukkkkk*

    ReplyDelete
  2. Yess,sering bgt aku denger kayak gitu.
    Mau anak kita dijagain sama orgtuajuga pasti ada oertimbangan tersendiri ya kan? Misalnha gak dpt ART, atau kita sendiri juga gak bs ngasuh, dsb.

    Jadi ya menurutku ini bukan perkara dosa apa gak sih. Balik lagi itu sebuah keputusan dr masing2 keluarga sih :)

    Abaikan yang nyinyir yaaa... Mari kita
    *Berpelukan dan berpegangan tangaaan* :))

    ReplyDelete
  3. Ya begitulah hidup, adaaa aja yang komentar. Sudah merasa nggak enak merepotkan orang tua, masih ditambah omongan orang ya.
    Btw, saya jadi salah fokus sama gambarnya :D

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah orang tua saya juga masih ada dan bahkan yang mendorong saya untuk ikut ini itu ya mama.dan beliau dengan senang hati ikut menjaga cucunya. Saya sendiri ga khawatir tentang kasih sayang nenek yang over dosis karena beliau mau bekerja sama dalam pengasuhan. Mudah - mudahan kita semua bisa membahagiakan orang tua.

    ReplyDelete

Terima kasih sudah membaca, mohon untuk tidak berkomentar sebagai Unknown atau Anonymous. Komentar dengan link hidup dan broken link akan dihapus, jadi pastikan untuk mengetik alamat blog dengan benar ya.

Untuk teman-teman yang mencari kontak saya tapi membaca melalui HP, silakan klik versi website, bisa dilihat laman kontak, atau menghubungi melalui sosial media yang tertera di sebelah kanan tampilan blog.

Jangan lupa difollow yaa.. ^^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...