Kali ini, sudah dapat ditebak dari judulnya, saya akan menceritakan perjalanan saya mengunjungi Pulau Ular. Seram gak sih namanya? Hahah.. Beneran dipenuhi ular atau gimana? Eits.. sabar ya, kita cerita pelan-pelan dulu.. :)
Lebaran tahun 2014, kami yang biasanya berlebaran di Kendari memutuskan untuk berkumpul di Baubau, Buton, tempat kelahiran kakek. Kakek sudah beberapa tahun terakhir kembali pada masa kanak-kanaknya. Mempunyai tubuh orang dewasa, tapi sifatnya sudah kembali seperti anak-anak. Ini yang menjadi alasan kami memutuskan lebaran di Baubau. Tidak disangka Oktober ditahun yang sama kakek meninggal.
Duuhh.. Skip cerita sedihnya ya..
Tujuan sudah ditetapkan, akhirnya diputuskan untuk piknik bersama keluarga ke sebuah pulau dengan nama yang membuat kami cenderung mengernyitkan dahi. Pulau Ular, lah.. kenapa harus ke tempat yang seram siiih?? Saya mengerti sepupu sekali saya yang kebanyakan pria ini suka bertualang, tapi apa perlu seekstrim itu tujuannya? Ini bersama keluarga lho, ada emak-emak dengan segala tikar dan bekalnya, ada kami 3 sepupu
Tapi sepupu yang laki-laki kemudian menjelaskan dengan singkat; "Gapapa, bagus kok di sana, gak ada ular, tapi kalau ketemu berarti ada" Lah.. malah ngelawak sepupu saya. Haha..
Dengan kendaraan roda 4 kami kemudian memulai perjalan darat dengan waktu tempuh sekitar 20 menit ke Topa, sebuah dermaga di Kelurahan Sulaa, kecamatan Betoambari.
Sesampainya di Topa, perahu bermesin sudah berjajar rapi di dermaga penyebrangan, menunggu penumpang yang hendak diantar ke tujuannya (bukan hanya ke Pulau Ular saja). Setelah berhasil tawar menawar (saat itu jika tidak salah ingat kami diantar jemput dengan biaya 250 ribu rupiah) kamipun duduk mengambil tempat paling nyaman menurut kami. Setelah semua orang dan barang perbekalan sudah naik, perahupun mulau menjauh dari dermaga.
Oh ya, di daerah kami, perahu bermesin sering kali disebut dengan katinting. Katinting ini bisa bermacam-macam fasilitasnya, kadang hanya badan perahu dengan mesin saja, kadang juga dilengkapi dengan atap. Katinting yang dilengkapi dengan atap tentu lebih mahal, tapi akan terasa nyaman untuk perjalanan yang cukup jauh.
Baca juga : Eksotika Rammang-rammang Maros
Sekitar 30 menit berada di atas laut kami akhirnya tiba di Pulau Ular. Dari jauh sudah terlihat pasir putih yang berkilau tertimpa cahaya matahari.. Eh.. bentar-bentar.. bahasa saya kok jadi bahasa novel gini yak? :D Intinya pasir putihnya menggoda sekali! Pulaunya tidak bisa dibilang tandus karena hampir 80% berisi tanaman. Sayangnya tanaman yang hidup di Pulau Ular ini mostly berupa alang-alang, pandan hutan dan pohon kelapa. Jarang sekali terdapat pohon untuk berteduh.
Beruntung saat mengunjungi Pulau Ular saat itu tidak ada orang yang juga bertujuan sama dengan keluarga kami. Pulau Ular yang tak berpenghuni ini seperti milik kami! Sebuah pohon cukup menjanjikan untuk dipakai berteduh.
Setelah menggelar tikar, menata perbekalan dan said goodbye, kamipun sibuk meng-eksplore pulau itu. Sepupu yang laki-laki sejak tiba sudah buru-buru ganti baju dan menuju ke air dengan berbagai peralatan snorkelnya. Saya memilih menyusuri pasir putih sedikit lebih jauh dari tempat berkumpul, selain penasaran dengan keberadaan ular (untuk gak ketemu), saya juga ingin bebas selfie tanpa ada perasaan malu. LOL
Suhu di Pulau Ular cukup terik, kami yang laparpun buru-buru berkumpul agar bisa makan bersama. Apalagi kami sudah janjian akan ada sesi pemotretan. Perut kenyang, kamera siap, pantai dan pasirnya cantik, tunggu apa lagi.. POSE!! ^^
Menurut sepupu yang bergabung dalam klub fotografi di Baubau, Pulau Ular sering dijadikan lokasi hunting untuk foto-foto yang keren. Tidak heran memang, gradasi warna air lautnya cantik banget! Pasirnya juga berwarna putih, halus dan bersih. Cukup dijaga bersama saja agar pengunjung tidak meninggalkan sampahnya di dalam pulau. Maklum, saat berkunjung Pulau tersebut memang tidak dikelola sebagai tempat wisata, jadi jangan berharap ada toilet atau pedagang es untuk menghilangkan panas di cuaca yang terik.
Jika ditanya mau ke Pulau Ular lagi atau tidak? Saya pasti menjawab MAU!! ^^
Teman-teman setelah baca tulisan ini mau ke Pulau Ular tidak??
Nice Share, masih belum bisa membayangkan dimana letaknya, mungkin bisa share google maps kak hehehe.
ReplyDeleteEnaknya krn bukan tujuan wisata umum malah jadi kayak punya pulau sendiri yah?
Mungkin sekarang sudah ramai kak.
Yes, akhirnya tayang juga ini artikelnya. Saya jadi penasaran pengen ke sana deh,ternyata cantik pantainya di?
ReplyDeleteYes, akhirnya tayang juga ini artikelnya. Saya jadi penasaran pengen ke sana deh,ternyata cantik pantainya di?
ReplyDeleteSama Bokori bagusan mana? Pulau Ular jauh je.
ReplyDeletehaha pulau ular.
ReplyDeletePantainya tidak seseram namanya ya teh Irly.
Coba aja pantainya di kelola pasti bakal jadi tempat wisata yang super hits, aku juga mau deh main kesana.
Atau gimana kalo teh Irly aja yang mengelola pulau ular.
nanti Teh Irly bakal jadi founder disana dan di sebut sebgai dewi Ular, eh gimana ?!
kereenn diii, ndak seseram namanya tawwa :D
ReplyDeletebtw, itu Kak Yat kah di belakang sana? :)
Pulau ular tak seseram namanya ya justeru indah banget, tampak alami
ReplyDeletehehe asyik dong serasa pulau milik sendiri
modelnya dari belakang cantik, apalagi yang sedang pose di atas pasir
baru tahu kalo ada namanya pulau ular, semoga pulaunya tidak menyeramkan seperti namanya.
ReplyDeleteNamanya nyeremin aslinya warbiyasah, ngomongin katinting aku pengen naik mba belum pernah naik kek kapal2 gtu kecuali pas di Ancol itupun sebentar hahaha
ReplyDeletepemadangannya indah banget kek di pulau belitung tempat saya tinggal..
ReplyDeleteNamanya serem tapi pemandangannya juara.
ReplyDeletewah eksotis banget pulaunya,, sepertinya angin bertiup dengan sepoi-sepoi...
ReplyDeleteKlo suatu tempat ga ada manusianya pasti masih asri dan indah.
ReplyDeleteWa, asri banget ya pemandangannya. Semoga masiht tetap asi sampai anak cucu bisa merasakannya juga.
ReplyDeleteWaah... ombaknya bikin banyak-banyak berdoa ya, Mbak, sebuah pengalaman bersama keluarga yang seru tentunya :)
ReplyDelete