14 Nov 2016

Tentang Pedagang di Lampu Merah

Mengintip tulisan di draf, saya baru sadar ada tulisan tentang Kendari yang sudah cukup lama (sejak awal tahun) teronggok dengan tinggal menambahkan garnish (baca: foto). Jadi mungkin saya perjelas sedikit, untuk yang nge-hits itu sudah expired istilahnya. Kelamaan disimpan di draf. Tapi saya share saja, kebanyakan (terutama ide awalnya) masih relevan dengan keadaan sekarang.


Opak adalah singkong parut yang disaring airnya, diambil patinya untuk dibuat kerupuk atau opak. Kalau tidak salah dulu Euis di drama keluarga yang berjudul Keluarga Cemara dulu menjualnya dengan polos seperti itu. Opak inilah yang kemudian menjadi salah 1 sumber mata pencarian keluarga Abah.

Di Kendari, sudah beberapa bulan ini opak kembali nge-hits, terlihat dari semakin banyaknya pedagang opak yang menjajakan dagangannya. Kalau dulu hanya saya jumpai pedagangnya mangkal di salah 1 rumah makan prasmanan di kawasan Eks. MTQ, semakin kesini para pedagang opak banyak terlihat di lampu merah, taman kota dan tempat keramaian lainnya.


Kenapa opak kembali nge-hits? Apa ada hubungannya dengan kembali nge-hitsnya jajanan-jajanan, meme yang mengantar orang-orang bernostalgia ala tahun 80-an? Entahlah, yang saya tahu ini adalah salah satu peluang yang dijemput dengan baik oleh para pedagang opak. Ada barang karena ada permintaan bukan?


Saya pernah bertanya langsung kepada para penjualnya, katanya mereka mengolah sendiri opak yang mereka jual, tapi saya menduga ada suplier bagi para pedagang, minimal di lampu merah (mau nulis lampu lalu lintas kok ya aneh rasanya) mengingat banyak anak kecil yang berjualan. Dan untuk saat ini saya mendukung kegiatan berjualan opak ini. Apalagi di lampu merah (Khusus Kendari yaaa). 

Lha kenapa? Kan bisa bikin macet.

Saya punya beberapa alasan:

1. Kendari masih tergolong aman dari yang namanya macet.
Macet di Kendari itu kalau bukan ada demo, ada kecelakaan atau karena ada jalanan/jembatan yang sedang dalam perbaikan. Tapi untuk saat ini di depan Pasar Sentral Wua-wua perlu jadi perhatian.

2. Makanan di Kendari masih tergolong aman.
Semoga tidak ada yang terinspirasi cara-cara mengolah makanan dengan menambahkan bahan berbahaya. Insya Allah aman.

3. Sejauh ini para penjual opak di lampu merah masih berjualan dengan aman.
Mengkhawatirkan juga sih sebenarnya, takut para pedagang ini tertabrak, tapi so far sepengamatan saya mereka berjualan dengan aman.

4. Daripada (kebanyakan anak-anak) meminta-minta uang, mending mereka berjualan opak saja. 
Salah 1 cara menggiring pola pikir ini dari mereka adalah dengan tidak memberikan uang pada yang meminta-minta dan sebisa mungkin selalu membeli opak yang saya temui. Harapannya mereka akan berpikir bahwa dengan menjual opak ekonomi keluarga mereka akan lebih baik (juga berkah) daripada hanya sekedar meminta-minta atau menjual suara yang cenderung tidak total itu.

Kenapa lampu merah menjadi perhatian saya? Karena selalu saja ada yang meminta-minta. Sekali lagi bukankah lebih baik mereka berjualan daripada meminta-minta? Ini yang ingin saya tekankan. Saya pernah bertanya kepada 2 anak yang berjualan bersama, katanya mereka berjualan saat hari libur atau sepulang sekolah. Pekerja anak, yang mau tidak mau harus membantu orang tuanya.


Bukannya pemerintah setempat dan komunitas-komunitas di Kota Kendari tidak ada upaya dalam membina mereka (terutama anak-anak) yang mencari uang di lampu merah, tapi mereka selalu saja kembali, entah karena kebutuhan, kebiasaan atau kebiasaan memenuhi kebutuhan dengan cara menengadahkan tangan saja. Untung saja sekarang sudah lebih banyak yang memilih berjualan opak.

Apapun itu, kita yang bisa membantu mereka, mungkin tidak bisa memberikan pekerjaan atau banyak bantuan, pandangan saya sejauh ini menggiring pola pikir seperti cara diataslah solusi jangka pendek yang ada. Sambil terus berharap ada cara yang lebih aman dan lebih menghasilkan lagi bagi mereka. Kalau sudah ada program dari pemerintah yang lebih baik bagi mereka tentu saja kita wajib mendukungnya.

Karenanya, saya berharap semoga lebih banyak orang yang membeli opak, koran atau apapun yang coba mereka jual. Apalagi yang bersifat habis atau sekali pakai, tidak hanya di lampu merah, dimanapun kita bertemu, jika ada rejeki, kadang kita perlu membeli walaupun tidak sedang butuh.

24 comments:

  1. Memang bener bngt gan, lebih baik berjualan seadanya daripada ngamen apalagi meminta-minta, selagi mapu kenapa tidak berusaha sendiri

    ReplyDelete
  2. Penampakan opaknya (yang lebih jelas) kyk apa sih mba? Penasaran, hihi. Kadang aku lebih tergiur membeli dagangan dari pedagang seperti itu ketimbang ngasih duit ke pengamen atau orang minta2 yg geje. Apalagi klo yg minta2 masih sehat, mau ngasih kok males.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Penasaran ya? nanti kalau jajan lagi Insya Allah saya kirimin via WA. :D

      Iya kan Mbak, lebih respect ke mereka yang mau berusaha.

      Delete
  3. Waah, kalau di Kendari begitu, ya. Sebenernya agak gimana sih ya, di satu sisi ada peningkatan (dari meminta-minta ke berjualan), dan itu sangat perlu diapresiasi. Tapi di sisi lain kita juga tahu bahwa lampu merah bukan tempatnya jualan. :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, berharap bisa ke tahapan selanjutnya, jualan pada tempatnya. :)

      Delete
  4. bener tuh, lebih baik dari pada mereka minta-minta terus dan tidak ada usaha

    ReplyDelete
  5. Salut sama mereka, masih tetap mau beruasaha dengan berjualan. Selain itu makanan yang dijual aman, waah wah, mantap dah Kendari.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, hati kita malah lebih tergerak kalau mereka mau berusaha. :)

      Delete
  6. Iyaaa, aku better beli barang di lampu merah dibanding ngasi ke pengemis.. Tapi uka KZL juga mak, soalnya kadang ada yang maksa jualannyaaa. Uhuhuhuhu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Haha.. iya, ada yg tipenya ga bisa dibedain antara jualan atau malakin. :D

      Delete
  7. Sepakat mba kadang kita perlu beli walaupun tidak kita butuhkan :) nice reminder

    ReplyDelete
  8. opak itu semacam kerupuk kah say? atau semacam kaopi?

    saya juga setuju sama yang berjualan asongan begini, dibanding harus meminta-minta

    ReplyDelete
  9. Enak tu Opak. Kalo di Jakarta susah nyari yang ukuran besar. Biasanya beli yang kecil-kecil dan goreng sendiri.

    Belum pernah ke Kendari, sepertinya tempatnya menyenangkan. Dan memasukkan tempat tadi untuk dikunjungi sebelum ke wakatobi.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, disini dibuatnya ukuran besar.

      Ayo mampir ke Kendari :)

      Delete
  10. Kalau ditempat saya mah kebalik mbak, bukan banyak pedangan dan sedikit pengemis, tapi banyak pengemis dan sedikit pedagang jadi malah macet bukan malah lancar lalu lintas saja, sebenarnya sih kalau menurut saya mengganggu sekali dengan keberadaannya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya memang mengganggu, gimana lagi. Kalau opsinya cuma 2 itu, ya saya dukung mereka yang jualan. Tapi kalau ada opsi yang lebih baik tentu saya dukung. ^^

      Delete
  11. iyaa orang yang masih mau berusaha sendiri itu lebih terhormat

    ReplyDelete
  12. saya juga lebih suka dan malah salut ke mereka yg jualan itu , rela panas2an walau kadang cuma sehitungan jari saja yg beli daripada cuma meminta2 atawa parahnya lagi kekurangan yg dijadikan senjata buat rebut belas kasihnya orang.

    anyway sa suka juga itu opak, kriuk2 :D

    ReplyDelete
  13. saya kalo lihat mereka hati rasanya sedih banget mba, disaat matahari lagi panas-panasnya, mereka tetap semangat buat cari nafkah, semoga aja kerjaan mereka mendatangkan berkah bagi mereka

    ReplyDelete

Terima kasih sudah membaca, mohon untuk tidak berkomentar sebagai Unknown atau Anonymous. Komentar dengan link hidup dan broken link akan dihapus, jadi pastikan untuk mengetik alamat blog dengan benar ya.

Untuk teman-teman yang mencari kontak saya tapi membaca melalui HP, silakan klik versi website, bisa dilihat laman kontak, atau menghubungi melalui sosial media yang tertera di sebelah kanan tampilan blog.

Jangan lupa difollow yaa.. ^^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...