Idul Fitri akan datang, yang sudah terima THR mana suaranyaa??
Semoga heboh ya yang menjawab, artinya kalian bahagia mendapat tambahan pemasukan, tapi kayaknya ada yang jawab "SUDAH HABIIIIS!!" capslock mewakili emosi yang menjawab.. LOL.
Sebelum bahas THR lebih jauh, saya mau cerita sedikit tentang Sultra Blogger Talk atau SBT, sebuah grup WA (nyebutnya Grup WA karena belum menjadi komunitas pun anggotanya masih sedikit ada bahkan ada anggota yang belum pernah bertemu) yang dibentuk untuk saling berkolaborasi dan saling mendukung semangatmenerima job menulis untuk teman-teman bloger yang berdomisili di Sultra.
Jadi kolaborasi menulis yang terbit setiap tanggal 20 aktif lagi nih.. tepatnya kami berusaha aktifkan lagi, karena sempat vakum selama beberapa bulan. Saya nikah, teman-teman ikutan libur menulisnya, ah.. memang kita ini dasarnya malas sih ya.. jadinya dapat alasan dikit aja langsung dijadikan pendukung kemalasan. Hihi.. Tapi nggak ding, yang malas saya aja, buktinya saya utang 1 tulisan tentang "Pengalaman Lucu Saat Menghadiri Pesta" gak biasanya lho saya ngutang.. ciyuss.. Haha
Baca juga: Kau yang Tak Kukenali
Oh ya, kalau sebelumnya SBT beranggotakan 3 orang termasuk saya, sekarang sudah ada Raya, emak gahol yang bergabung bersama kami. Welcome to SBT Raya! Si emak rajin banget menulisnya, semoga semangatnya menular! Kamu semangat banget sampai-sampai sudah publish duluan sebelum tanggal yang ditentukan... Tapi kami memang salah sih ya, gak ngasih tahu.. ngasihnya tempe sih.. *Ditimpuk tepung S*jiku :p
Nah, tema pembahasan kami kali ini adalah Tunjangan Hari Raya atau THR. Sebuah hal yang ditunggu-tunggu jelang 10 hari terakhir Ramadan. Jadi aktivitas di 10 hari menjelang Idul Fitri bukan hanya dijalani dengan kegiatan ibadah untuk bekal di akhirat, tapi juga bertanya-tanya, resah dan gelisah akan datangnya THR. Hihi..
Setahu saya sih, sampai saat ini masih ada ASN di kabupaten di Sultra yang belum menerimanya. Semoga cepat cair THRnya yaaa..
Ohiya.. Jika ingin membaca tulisan teman-teman SBT yang lain, sila klik tautan di bawah ini:
Diah: Tentang Te Ha Er
Irawati: Tentang THR Tahun 2017
Raya: Kiat-kiat Dalam Memanfaatkan THR
Sebenarnya saya bingung juga mau bahas apa tentang THR ini. Bidangnya luas sekali. Soalnya urusan THR bukan hanya urusan para pekerja saja, tapi juga anak, ponakan, sepupu dan atau cucu si pekerja juga. Padahal ngerti nominal uang juga nggak, tapi kalau lebaran pasti nyebut-nyebut THR sambil menengadahkan tangan.. *Hayo.. ini siapa yang ajarin? :D
Ini bikin flash back banget lho kalau udah nyebut-nyebut THR. Bukan.. bukan karena masa kecil saya yang bergelimang THR. Tapi pemikiran (serius) yang sudah punyai sejak masih kecil. Sebut sajamawar prinsip.
Saat kecil (awalnya) saya seperti kebanyakan anak seumuran saya, dengan girang meminta THR dari keluarga yang saya temui. Pendapatan ((pendapatan)) saat itu bisa untuk membeli baju baru. Tapi kebahagiaan paling awal adalah menerima THR dalam wujud uang baru.
Sayangnya pendapatan anak ingusan itu sering kali raib oleh kalimat pamungkas "Mama simpankan uangnya ya.."
Saat meminta uang itu kembali dan dijawab "Itu sudah dibelikan sepatu/tas.." dunia rasanya runtuh
Ingin rasanya teriak, berontak dan bilang "Perjanjiannya gak gitu, Maaa..."
Tapi akhirnya menerima kenyataan dan belajar bahwa kegiatan menyimpan uang ke Mama adalah seperti menjadi anggota investasi/arisan bodong.. Harapan meninggi tapi hasil bikin meringis.. #Eh
Oke.. Skip drama masa kecil dimana tak ada ibu peri dalam hidupku itu..
Sekitar kelas 4 atau 5 SD, pemikiran saya rasanya bekerja terlalu keras. Saya sangat ingat bagaimana saya menyendiri melihat sepupu-sepupu dari kejauhan, menatap kasihan saat mereka heboh berebut uang THR yang dibagikan oleh paman dermawan saya yang beberapa tahun kemudian meninggal dunia. Saat itulah rasanya saya punya prinsip pertama dalam hidup saya:
"Pantang meminta THR, jika memang niat memberi, pasti akan diberikan."
Dan benar saja, pendapatan saya tidak berkurang signifikan, tetap bisa untuk membeli baju baru, tapi sayangnya masuk ke kasinvestasi bodong Mama lagi... Sedih.. LOL
Kalau dipikir-pikir saat ini, saya masih belum bisa menemukan alasan kenapa masa-masa penerimaan THR itu membuat saya berpikir seperti itu. Tapi saya tentu senang , prinsip pertama saya itu akhirnya menjadi prinsip yang besar manfaatnya untuk menjadi orang yang lebih berempati terhadap keadaan orang lain.
"Tapi kan itu buat seru-seruan aja.."
Boleh, jika diberi tanpa diminta..
Sah-sah saja jika yang memberi adalah horang kaya yang sedang ingin berbagi.
Tapi bukankah orang yang dimintai belum tentu mempunyai keluasan untuk memberi?
Sekalipun ia menerima THR dari kantor sebagai ekstra pendapatan, tapi mungkin ada utang yang bisa dibayarnya dari THR itu. Ada kebutuhan yang akhirnya bisa tertutupi dari THR itu. Jadi tidak bisa dicap pelit hanya karena anak teman-teman tidak diberi THR. Hehe..
Saya akhirnya mempunyai cita-cita, jika dikaruniai anak nanti, tidak akan saya ajari dia untuk meminta-minta, sorry to say.. THR mungkin memang masanya meminta, tapi insyaallah akan saya ajarkan dia untuk lebih berempati.. Percaya bahwa tanpa dimintapun jika sudah rejekinya, ia akan mendapat "percikan" dari paman/bibinya. Tapi jika tidak, dia akan tetap baik-baik saja tanpa memberikan perasaan "tidak enak" kepada orang lain. Tanpa perlu menilai baik tidaknya seseorang dari THR yang diterimanya.
Oh ya, satu lagi.. Insyaallah Mama tidak akan menjadi pengurus investasi bodong, Nak! LOL
NB: Belum hamil, jadi doakan segera yaak..
*Nah.. kalau minta dibantu doa boleh banget doong.. ^^
Tapi kepo nih, uang THR teman-teman sudah dipakai untuk apa nih? Semoga tepat sasaran penggunaannya yaaa..
Read more
Semoga heboh ya yang menjawab, artinya kalian bahagia mendapat tambahan pemasukan, tapi kayaknya ada yang jawab "SUDAH HABIIIIS!!" capslock mewakili emosi yang menjawab.. LOL.
Sebelum bahas THR lebih jauh, saya mau cerita sedikit tentang Sultra Blogger Talk atau SBT, sebuah grup WA (nyebutnya Grup WA karena belum menjadi komunitas pun anggotanya masih sedikit ada bahkan ada anggota yang belum pernah bertemu) yang dibentuk untuk saling berkolaborasi dan saling mendukung semangat
Jadi kolaborasi menulis yang terbit setiap tanggal 20 aktif lagi nih.. tepatnya kami berusaha aktifkan lagi, karena sempat vakum selama beberapa bulan. Saya nikah, teman-teman ikutan libur menulisnya, ah.. memang kita ini dasarnya malas sih ya.. jadinya dapat alasan dikit aja langsung dijadikan pendukung kemalasan. Hihi.. Tapi nggak ding, yang malas saya aja, buktinya saya utang 1 tulisan tentang "Pengalaman Lucu Saat Menghadiri Pesta" gak biasanya lho saya ngutang.. ciyuss.. Haha
Baca juga: Kau yang Tak Kukenali
Oh ya, kalau sebelumnya SBT beranggotakan 3 orang termasuk saya, sekarang sudah ada Raya, emak gahol yang bergabung bersama kami. Welcome to SBT Raya! Si emak rajin banget menulisnya, semoga semangatnya menular! Kamu semangat banget sampai-sampai sudah publish duluan sebelum tanggal yang ditentukan... Tapi kami memang salah sih ya, gak ngasih tahu.. ngasihnya tempe sih.. *Ditimpuk tepung S*jiku :p
Nah, tema pembahasan kami kali ini adalah Tunjangan Hari Raya atau THR. Sebuah hal yang ditunggu-tunggu jelang 10 hari terakhir Ramadan. Jadi aktivitas di 10 hari menjelang Idul Fitri bukan hanya dijalani dengan kegiatan ibadah untuk bekal di akhirat, tapi juga bertanya-tanya, resah dan gelisah akan datangnya THR. Hihi..
Setahu saya sih, sampai saat ini masih ada ASN di kabupaten di Sultra yang belum menerimanya. Semoga cepat cair THRnya yaaa..
Ohiya.. Jika ingin membaca tulisan teman-teman SBT yang lain, sila klik tautan di bawah ini:
Diah: Tentang Te Ha Er
Irawati: Tentang THR Tahun 2017
Raya: Kiat-kiat Dalam Memanfaatkan THR
Sebenarnya saya bingung juga mau bahas apa tentang THR ini. Bidangnya luas sekali. Soalnya urusan THR bukan hanya urusan para pekerja saja, tapi juga anak, ponakan, sepupu dan atau cucu si pekerja juga. Padahal ngerti nominal uang juga nggak, tapi kalau lebaran pasti nyebut-nyebut THR sambil menengadahkan tangan.. *Hayo.. ini siapa yang ajarin? :D
Ini bikin flash back banget lho kalau udah nyebut-nyebut THR. Bukan.. bukan karena masa kecil saya yang bergelimang THR. Tapi pemikiran (serius) yang sudah punyai sejak masih kecil. Sebut saja
Saat kecil (awalnya) saya seperti kebanyakan anak seumuran saya, dengan girang meminta THR dari keluarga yang saya temui. Pendapatan ((pendapatan)) saat itu bisa untuk membeli baju baru. Tapi kebahagiaan paling awal adalah menerima THR dalam wujud uang baru.
Sayangnya pendapatan anak ingusan itu sering kali raib oleh kalimat pamungkas "Mama simpankan uangnya ya.."
Saat meminta uang itu kembali dan dijawab "Itu sudah dibelikan sepatu/tas.." dunia rasanya runtuh
Ingin rasanya teriak, berontak dan bilang "Perjanjiannya gak gitu, Maaa..."
Tapi akhirnya menerima kenyataan dan belajar bahwa kegiatan menyimpan uang ke Mama adalah seperti menjadi anggota investasi/arisan bodong.. Harapan meninggi tapi hasil bikin meringis.. #Eh
Oke.. Skip drama masa kecil dimana tak ada ibu peri dalam hidupku itu..
Sekitar kelas 4 atau 5 SD, pemikiran saya rasanya bekerja terlalu keras. Saya sangat ingat bagaimana saya menyendiri melihat sepupu-sepupu dari kejauhan, menatap kasihan saat mereka heboh berebut uang THR yang dibagikan oleh paman dermawan saya yang beberapa tahun kemudian meninggal dunia. Saat itulah rasanya saya punya prinsip pertama dalam hidup saya:
"Pantang meminta THR, jika memang niat memberi, pasti akan diberikan."
Dan benar saja, pendapatan saya tidak berkurang signifikan, tetap bisa untuk membeli baju baru, tapi sayangnya masuk ke kas
Kalau dipikir-pikir saat ini, saya masih belum bisa menemukan alasan kenapa masa-masa penerimaan THR itu membuat saya berpikir seperti itu. Tapi saya tentu senang , prinsip pertama saya itu akhirnya menjadi prinsip yang besar manfaatnya untuk menjadi orang yang lebih berempati terhadap keadaan orang lain.
"Tapi kan itu buat seru-seruan aja.."
Boleh, jika diberi tanpa diminta..
Sah-sah saja jika yang memberi adalah horang kaya yang sedang ingin berbagi.
Tapi bukankah orang yang dimintai belum tentu mempunyai keluasan untuk memberi?
Sekalipun ia menerima THR dari kantor sebagai ekstra pendapatan, tapi mungkin ada utang yang bisa dibayarnya dari THR itu. Ada kebutuhan yang akhirnya bisa tertutupi dari THR itu. Jadi tidak bisa dicap pelit hanya karena anak teman-teman tidak diberi THR. Hehe..
Saya akhirnya mempunyai cita-cita, jika dikaruniai anak nanti, tidak akan saya ajari dia untuk meminta-minta, sorry to say.. THR mungkin memang masanya meminta, tapi insyaallah akan saya ajarkan dia untuk lebih berempati.. Percaya bahwa tanpa dimintapun jika sudah rejekinya, ia akan mendapat "percikan" dari paman/bibinya. Tapi jika tidak, dia akan tetap baik-baik saja tanpa memberikan perasaan "tidak enak" kepada orang lain. Tanpa perlu menilai baik tidaknya seseorang dari THR yang diterimanya.
Oh ya, satu lagi.. Insyaallah Mama tidak akan menjadi pengurus investasi bodong, Nak! LOL
NB: Belum hamil, jadi doakan segera yaak..
*Nah.. kalau minta dibantu doa boleh banget doong.. ^^
Tapi kepo nih, uang THR teman-teman sudah dipakai untuk apa nih? Semoga tepat sasaran penggunaannya yaaa..